Kamis, 26 Januari 2017

Sejarah Reportase

Pengertian dan Sejarah Reportase
Reportase adalah suatu laporan yang dilakukan oleh reporter atau wartawan mengenai suatu peristiwa yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri (on location). Karena itu, reportase diidentifikasikan sebagai laporan pandangan mata (eye witness report), yaitu laporan yang disiarkan langsung saat peristiwa sedang berlangsung (as it happens). Reportase bisa juga mengandung pengertian melaporkan suatu kejadian, tapi baru disiarkan kemudian, dan kalau perlu sesudah disusun kembali (delayed broadcast, after event broadcast) atau disiarkan setelah disunting kembali (re-edit) sekaligus ditambah dengan efek suara (sound effect). Dilihat dari segi pemberitaan, reportase pada hakikatnya adalah suatu berita. Namun, beritanya sangat panjang dan diberitakan pada waktu peristiwanya sedang berlangsung. Sejarah reportase radio berawal pada tahun 1920-an saat peristiwa pemilihan umum di Amerika Serikat yang mengusung pasangan calon Presiden Harding-Cox. Saat itu khalayak tidak perlu menunggu berita-berita seputar pemilu melalui surat kabar keesokan harinya. Sebab, berbagai hal seputar pemilihan pasangan presiden itu disiarkan langsung oleh stasiun radio WWJ di Detroit dan KDKA di Pitsburgh. Begitu juga dengan ajang kompetisi olahraga yang mulai mendapat perhatian dari stasiun-stasiun radio pada waktu itu. Peristiwa itu merupakan salah satu cara menarik khalayak untuk selalu mendengarkan siaran radio.

Kerja Sama Surat Kabar dengan Siaran (Radio Broadcast)
Dampak haus informasi bagi khalayak pendengar pada waktu itu juga mendapat perhatian para jurnalis media cetak. Mereka menginginkan hasil kerja liputan reporter cetak juga menempati hati khalayak pendengar. Karena itu, para jurnalis surat kabar pun terdorong untuk menyajikan berita secara utuh. Mereka juga menyadari kekurangan tenaga reporter radio, sehingga memperbolehkan stasiun radio menyiarkan hasil liputan surat kabar. Selanjutnya, penyiar maupun reporter stasiun radio tinggal membacakan atau menyiarkan isi surat kabar. Berita yang dimuat di surat kabar disiarkan secara utuh oleh stasiun-stasiun radio tanpa lupa menyebutkan nama reporter surat kabar yang menulis berita itu. Pendengar radio rupanya lebih tertarik mendengarkan siaran iklan dan program yang menyangkut kehidupan, seperti perkawinan, kelahiran, kematian, dan yang tak kalah menariknya adalah harga-harga pasar yang ditunggu-tunggu oleh para ibu. Pendengar khusus ibu-ibu ini bisa bekerja mengurus rumah tangga sambil menikmati siaran radio.

Perbedaan Reportase Siaran dan Cetak
Reportase televisi lebih banyak mengerahkan personel, terutama tenaga teknisi dengan biaya lebih mahal dan lebih rumit, karena laporan langsung atau laporan pandangan mata atau siaran di luar studio (outside broadcast) melibatkan sejumlah personel, reporter dan teknisi, serta sebuah mobil yang dilengkapi dengan perangkat teknik siaran OB Van (outmobile van). Jadi, jika seorang reporter ingin agar reportase yang ia sampaikan dapat diterima dan dimengerti, maka ia harus benar-benar mengetahui:
a. watak media yang digunakan (kelebihan dan kelemahannya),
b. bahasa atau lambang yang digunakan, dan
c. kondisi pendengar atau pembaca.

Siaran Radio Dianggap Pesaing oleh Surat Kabar
Perbedaan media siaran dan cetak menghasilkan kerugian dan keuntungan dalam hal publikasi. Pendengar radio tidak terbatas pada ruang dan waktu, sedangkan pembaca surat kabar harus menyediakan waktu khusus untuk menelaah isinya. Mendengarkan suara penyiar yang menyampaikan harga beberapa bahan pokok dapat diperoleh dengan harga murah. Informasi musibah berupa berita kecelakaan juga dapat menggugah pendengar. Akibatnya, khalayak pada saat itu lebih suka mendengarkan siaran radio daripada berlangganan surat kabar. Terlebih karena semua isi surat kabar terbitan hari itu juga disiarkan seluruhnya oleh stasiun-stasiun radio. Pengaruh lain bagi surat kabar adalah menurunnya jumlah pelanggan secara drastis. Perusahaan-perusahaan surat kabar mulai mengeluh terhadap penurunan yang sangat mencolok itu. Akibatnya, para pengusaha surat kabar mulai membatasi, bahkan melarang isi korannya dibacakan melalui radio. Para pengelola stasiun-stasiun radio tidak tinggal diam. Untuk mempertahankan pelayanan kepada khalayak, mereka kemudian berupaya mencari sendiri informasi dari berbagai peristiwa yang aktual tanpa surat kabar yang semula menjadi salah satu sumbernya. Di akhir tahun 1934, kantor-kantor pelayanan berita melihat kejadian yang dialami pengelola stasiun radio sebagai peluang. Mereka menyarankan stasiun radio agar memanfaatkan berita-berita hasil liputan kantor berita, seperti United Press (UP), International News Service (INS), dan Associated Press (AP). Status radio sebagai sumber berita mencapai puncaknya ketika pecah Perang Dunia II (PD II). Laporan dan wawancara di lapangan berikut komentarkomentarnya membawa PD II masuk ke rumah penduduk di seluruh negeri. Berbeda dengan Perang Dunia I ketika media radio yang baru muncul hanya digunakan untuk kebutuhan militer, selama PD II media ini merupakan alat penghubung antara keluarga di rumah dengan mereka yang ada di medan perang di seluruh dunia. Selanjutnya, kehadiran televisi sangat berpengaruh pada penyajian berita radio. Selama sepuluh tahun, sekitar tahun 1940-an sampai 1950-an, sajian berita radio mengalami perubahan bentuk. Saat itu berita-berita di radio hanya menyajikan informasi lokal. Sedangkan tahun 1970-an dan 1980-an, penyebaran berita lokal maupun dunia mencapai pendengar radio terlebih dulu. Jadi, untuk sementara, pendengar radio lebih cepat memperoleh informasi dibandingkan dengan pembaca media cetak. Namun, persaingan itu tidak berlangsung lama. Pengelola media radio dan cetak menyadari kalau keduanya memilik persamaan, yakni sama-sama bergerak di bidang jurnalistik dengan mempublikasikan berbagai informasi kepada khalayak. Persamaan itulah yang mendorong terjalinnya kembali kerja sama di antara keduanya. Perbedaaannya hanya terletak pada pola penyajian informasi kepada khalayak. Radio masih dan akan bertahan sebagai sarana komunikasi massa terpenting di tengah maraknya siaran-siaran televisi saat ini. Kemajuan teknologi pun memungkinkan hadirnya media lain yang tidak kalah cepatnya dengan radio, seperti hadirnya internet yang dapat menyajikan laporan berita aktual. Namun, dari segi kecepatan, radio tetap lebih unggul. Seseorang baru bisa memperoleh informasi dari internet setelah melalui proses dan program tertentu. Jadi, radio memang memiliki beberapa karakter yang dapat membedakannya dengan media lain. Berikut adalah keunggulan dan kelemahan radio (Maeseneer, AIDB).

Disadur dari Buku Reportase Radio Pengarang Helena Olii Penerbit Indeks Jakarta [Bab 1 hal 1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar