Rabu, 25 Januari 2017

Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini

Berbagai model pengembangan kurikulum bagi PAUD sangat diperlukan ketika seseorang ataupun dalam tim akan mengembangkan lembaga pendidikan yang sesuai dengan situasi dan kondisi alam, budaya dan kebiasaan yang ada di masyarakat. Untuk di Indonesia model pengembangan kurikulum akan sangat berguna bagi pengembangan potensi kedaerahan yang cenderung berbeda satu dengan lainnya. Sudah semestinya terdapat perbedaan model pembelajaran pada masing-masing daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan yang berbeda. Diharapkan setelah mempelajari bab ini, pembaca dan mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan pilar pengembangan kurikulum anak usia dini
2. Mengkaji pendekatan dalam pengembangan kurikulum
3. Mengkaji prinsip pengembangan kurikulum
4. Menerapkan berbagai model pembelajaran anak usia dini
5. Menerapkan model kurikulum anak usia dini berdasarkan rentang usia
Berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran/indikator di atas, maka selanjutnya dipaparkan topik bahasan tersebut. 

A. Pilar Pengembangan Kurikulum Anak Usia Dini
Pengembangan kurikulum anak usia dini hendaknya dikembangkan berdasarkan tiga pilar, yaitu:
(1) Penataan lingkungan di dalam dan di luar kelas (in-door dan out-door); (2) Kegiatan bermain dan alat permainan edukatif dan (3) interaksi yang ditunjukkan oleh guru dan anak serta orang-orang yang terdapat di lembaga pendidikan tersebut. Selanjutnya pilar tersebut perlu dijabarkan ke dalam suatu strategi pembelajaran pada pendidikan anak usia dini yang terdiri dari komponen-komponen berikut ini.
• Tujuan yang mengarah pada tugas-tugas perkembangan di setiap rentangan usia anak.
• Materi yang diberikan harus mengacu dan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan yang sesuai dengan perkembangan anak (DAP= Developmentally Approriate Practice).
• Metode yang dipilih seharusnya bervariasi sesuai dengan tujuan kegiatan belajar dan mampu melibatkan
anak secara aktif dan kreatif serta menyenangkan.
• Media dan lingkungan bermain yang digunakan haruslah aman, nyaman dan menimbulkan ketertarikan
bagi anak dan perlu adanya waktu yang cukup untuk bereksplorasi.
• Evaluasi yang terbaik dan dianjurkan untuk dilakukan adalah rangkaian sebuah asesmen melalui observasi
partisipatif terhadap apa yang dilihat, didengar dan diperbuat oleh anak.

B. Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum PAUD
Pakar psikologi perkembangan memandang bahwa anak terlahir dengan dorongan dari dalam dirinya untuk menguasai berbagai kompetensi. Sebagai contoh seorang anak pada usia berjalan akan terlihat adanya usaha keras untuk menarik dirinya berdiri menggunakan kursi, pada mulanya memang ia tidak akan segera naik bahkan terkadang terjatuh sehingga tampak diwajahnya menunjukkan kekesalan. Perjuangan untuk dapat berjalan terjadi secara kontinyu. Seolah takut terjatuh lagi, anak membangun kekuatan untuk bangun dan berdiri. Ini adalah bukti bahwa ada dorongan dari dalam (motivasi instrinsik) yang mengharuskan anak berdiri tegak dan kemudian berjalan. Pada dasarnya terdapat 2 pendekatan utama yang digunakan untuk pendidikan anak usia dini, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan perkembangan (Hainstock, 1999:7). Pendekatan perilaku beranggapan bahwa konsep-konsep tidaklah berasal dari dalam diri anak dan tidak berkembang secara spontan. Atau dengan perkataan lain konsep-konsep tersebut harus ditanamkan pada anak dan diserap oleh anak, sehingga pendekatan seperti ini melahirkan pengajaran yang berpusat pada guru (Wolfgang dan Wolfgang, 1995:55). Pendekatan perkembangan, berpandangan bahwa perkembanganlah yang memberikan kerangka untuk memahami dan menghargai pertumbuhan alami anak usia dini. Terdapat beberapa anggapan dari pendekatan ini, yaitu: (1) anak usia dini adalah pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapat informasi mengenai dunia lewat permainannya, (2) setiap anak mengalami kemajuan melalui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat diperkirakan, (3) anak bergantung pada orang lain dalam hal pertumbuhan emosi dan kognitif melalui interaksi sosial, (4) anak adalah individu yang unik yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang berbeda (Wolfgang dan Wolfgang, 1995: 56-58). Metodologi yang sesuai dengan perkembangan adalah metodologi yang didasarkan pada pengetahuan mengenai perkembangan anak. Setiap anak berkembang melalui tahapan perkembangan yang umum, tetapi pada saat yang sama setiap anak juga adalah makhluk individu dan unik. Pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran yang sesuai dengan minat, tingkat perkembangan kognitif serta kematangan sosial dan emosional. Vygotsky dalam Naughton (2003:46) percaya bahwa bermain membantu perkembangan kognitif anak secara langsung, tidak sekedar sebagai hasil dari perkembangan kognitif seperti yang dikemukakan oleh Piaget. Ia menegaskan bahwa bermain simbolik memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan berpikir abstrak. Sejak anak memulai bermain make believe, anak menjadi mampu berpikir tentang makna-makna onyek yang mereka representasikan secara independen. Dengan demikian, pada awal proses penggantian objek dalam bermain dramatik prototipikalitas objek menjadi sangat krusial, sementara perkembangan berikutnya bermain dramatik prototipikalitas menjadi kurang begitu penting. Berhubungan dengan hal tersebut di atas, maka peran pendidik berkaitan dengan teori perkembangan antara lain adalah: (1) tanggap dengan proses yang terjadi dari dalam diri anak dan berusaha mengikuti arus perkembangan anak yang individual, (2) mengkreasikan lingkungan dengan materi yang luas, beragam, dan alat-alat yang memungkinkan anak belajar, (3) memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari setiap anak, dan (4) adanya bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan sendiri.

1. Pendekatan Tematik
Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak (Kostelknik (1991: 17). Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada anak karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic) perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Sesuai dengan perkembangan fi sik dan mental anak usia empat sampai enam tahun, pembelajaran pada tahap ini haruslah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. (1) Berpusat pada anak. (2)Memberikan pengalaman langsung pada anak. (3) Pemisahan bidang pengembangan tidak begitu jelas. (4) Menyajikan konsep dari berbagai bidang pengembangan dalam suatu proses pembelajaran. (5) Bersifat fl eksibel atau luwes. (6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (Kostelnik, 1991: 17-20)

2. Pusat Kegiatan Belajar (Sentra)
Salah satu tugas yang cukup sulit bagi guru anak usia dini adalah ketika mereka harus merencanakan, mendesain, dan mengadakan pengaturan pusat sumber belajar yang sesuai dengan kurikulum yang tepat untuk tingkat kemampuan anak-anak yang berbeda dalam satu kelas. Hal ini tentunya sangat berhubungan dengan pembelajaran yang berpusat pada anak. Pusat kegiatan belajar pada pembelajaran yang berpusat pada anak dibangun atas dasar bahwa setiap anak memiliki modalitas, gaya belajar, dan minat yang berbeda terhadap pengetahuan yang ingin diketahuinya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Day yang menyatakan bahwa pusat kegiatan belajar dapat mengadaptasi perbedaan dari gaya belajar, tingkat kematangan, dan perkembangan anak, dan perbedaan dari latar belakang yang berbeda. Prinsip yang digunakan adalah individualisasi pengalaman belajar. Setiap anak diperkenankan untuk memilih pusat kegiatan belajar yang akan digunakan untuk bereksplorasi dan bermain. Craig dan Borba (1978:3) berpendapat bahwa konsep dari pusat kegiatan belajar adalah:
I hear and I forget                    Saya dengar dan saya lupa
I see and I remember               Saya lihat dan saya ingat
I do and I understand               Saya lakukan dan saya paham
Pendapat inilah yang mendukung kegiatan melalui belajar sambil berbuat (learning by doing ) di semua area di pusat kegiatan belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa model pembelajaran sentra memiliki ciri khas pembelajaran sebagai berikut: learning by doing, pembelajaran dilakukan secara langsung oleh anak, dimana kelima indra anak terlibat secara langsung, sehingga anak memperoleh pengetahuan dari interaksi anak dengan lingkungan secara langsung; learning by stimulating, pembelajaran ini menitikberatkan pada stimulasi perkembangan anak secara bertahap, jadi pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tahap perkembangan anak; learning by modelling, pembelajaran sentra juga menggunakan orang dewasa dan anak yang perkembanganya lebih berkembang sebagai contoh. Selanjutnya Craig dan Borba (1978:15) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang harus diperhatikan disetiap sentra, yaitu: (1) program card, setiap anak harus merencanakan apa yang akan mereka lakukan pada hari itu; (2) open choice, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dimana setiap kelompok akan mendapat tugas untuk mengerjakan tugas bersama-sama dan guru mengatur perpindahan dari satu sentra ke sentra lainnya; (3) multi station, berupa tempat pergantian dan waktu menunggu 3-5 menit; serta (4) enrichment centers, setelah anak-anak menyelesaikan tugasnya di masing-masing sentra, apabila ada waktu luang mereka boleh menggunakan sentra untuk program pengayaan. 3. Pengelolaan Kelas Berpindah (Moving Class Activity) Pengelolaan kelas merupakan pengaturan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru baik di dalam ruang (indoor activity) ataupun di luar (outdoor activity) dalam rangka melancarkan proses belajar dan pembelajaran pada anak. Carrol (1991:22) menyakini bahwa pengaturan kelas adalah kunci sukses dari program pembelajaran untuk anak usia dini, berapa lama waktu untuk melakukan dan apa yang akan dilakukan. Untuk itu kelas harus dibagi kedalam beberapa sentra dimana anak-anak dapat bermain, belajar, duduk, berbicara atau berada di dalam kelompoknya. Berhubungan dengan model bermain kreatif dimana semua pengalaman belajar yang akan diperoleh anak diwujudkan dalam bentuk sejumlah kegiatan di dalam dan di luar kelas, sehingga kegiatan anak berpindahpindah dari satu sentra ke sentra lainnya sesuai dengan program, sarana pembelajaran dan suasana belajar yang ingin diciptakan. Suasana kelas yang dinamis, bebas bereksplorasi dalam melakukan otoaktivitas, penjelajahan dan pengembangan minat dengan sistem pengawasan guru yang berpindah-pindah tempat menemani anak beraktivitas. Untuk itu tata letak bangku berkelompok kecil, menyebar dan tidak berorientasi terpusat pada guru, tetapi diharapkan berorientasi pada program aktivitas secara individual atau berkelompok. Pengelolaan ruang kelas dan kegiatan bimbingan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh guru anak usia dini. Kebijakan yang diambil guru dan bimbingan yang tepat bermanfaat dalam beberapa hal seperti:
(1) mencegah dan mengurangi tingkah laku dan masalah-masalah pengelolaan, (2) memberikan kesempatan
dan merespon keberhasilan pertumbuhan terhadap anak-anak yang mempunyai penyimpang, (3) mendukung
belajar dan pembelajaran yang terjadi dalam situasi di ruang kelas, (4) menumbuhkan harga diri dalam jiwa anak, mengembangkan kemampuan mereka untuk mengambil keputusan dan dapat bertanggungjawab, membantu mereka mengembangkan sikap pengendalian diri dan disiplin untuk diri mereka sendiri, dan menyediakan contoh dari suatu konfl ik masalah.

C. Prinsip Pengembangan Kurikulum
Subandiyah (1996:4) mengemukakan tentang prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang kemudian dimodifi kasi oleh penulis berdasarkan kesesuaiannya dengan pendidikan anak usia dini. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan beberapa prinsip berikut ini: 
Relevansi, kurikulum anak usia dini harus relevan dengan kebutuhan dan perkembangan anak secara individu.
Adaptasi, kurikulum anak usia dini harus memperhatikan dan mengadaptasi perubahan psikologis, IPTEK, dan Seni.
Kontinuitas, kurikulum anak usia dini harus disusun secara berkelanjutan antara satu tahapan perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya dalam rangka mempersiapkan anak memasuki pendidikan selanjutnya.
Fleksibilitas, kurikulum anak usia dini harus dipahami, dipergunakan dan dikembangakan secara fleksibel
sesuai dengan keunikan dan kebutuhan anak serta kondisi lembaga penyelenggara.
Kepraktisan dan Akseptabilitas, kurikulum anak usia dini harus memberikan kemudahan bagi praktisi
dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan pada anak usia dini. Dan seterusnya...

Disadur dari Buku Konsep Dasar PAUD Pengarang Yuliani Nurani Penerbit Indeks Jakarta [Bab 11 hal 209]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar