Senin, 23 Januari 2017

Memahami Cara Kerja Pers

Cara Kerja Pers
Tugas wartawan adalah mencari dan mengumpulkan informasi kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita. Berita adalah laporan tentang satu peristiwa yang telah ataupun sedang terjadi, yang memerhatikan dan mengedepankan sisi kemanusiaan serta menarik perhatian sebagian besar pembaca/pendengar/penontonnya. Informasi yang ditulis menjadi berita tentunya bukan sekedar informasi dan data semata, tapi informasi dan data yang dapat dijual. Artinya informasi yang akan ditulis menjadi berita harus memiliki nilai berita, aktual, dan memberi manfaat yang tinggi bagi pembacanya. Guna mendapatkan berita yang bernilai jual, apa saja akan dilakukan wartawan sejauh itu sesuai dengan kode etik jurnalistik dan bermanfaat untuk diketahui masyarakat. Untuk memperoleh informasi yang akan menjadi berita tersebut wartawan akan mendatangi tempat terjadinya peristiwa dan akan bertanya kepada berbagai saksi yang dianggap mengetahui terjadinya peristiwa. Mungkin wartawan tersebut menemui orang-orang yang akan menjadi sumber informasi atas berita yang akan ditulisnya. Sumber informasi ini disebut sumber berita. Pendapat atau keterangan sumber berita inilah yang akan wartawan jadikan berita. Bila seseorang dipilihnya menjadi sumber berita, maka akan diusahakannya untuk memperoleh keterangan darinya. Memang dengan alasan masyarakat memiliki hak untuk tahu dan selama ini selalu menjadi alasan wartawan memaksa sumber berita memberikan keterangan. Namun, itu bukan kewajiban orang tersebut untuk memberikan keterangan. Meskipun, menolak untuk dimintai keterangan adalah hak kita, dalam tradisi jurnalistik tetap akan membawa dampak. Dampaknya bisa positif, bisa pula negatif. Menolak diwawancara bisa positif bila terlalu singkat waktu untuk memberikan jawabannya, sementara kita sendiri belum memiliki data yang akurat untuk disampaikan kepada wartawan. Selain itu, dinilai positif bila wartawan yang akan mewawancarai itu selama ini dikenal sebagai wartawan yang selalu menulis secara negatif, atau wartawan itu kebetulan dari koran kuning atau koran gosip. Namun, jika
wartawan dari media yang selalu mengutamakan keakuratan, terpercaya dan kritis, jika kita menolak memberikan kesempatan wawancara, maka bisa berakibat negatif. Wartawan tersebut dapat mencari sumber berita lain yang belum tentu memiliki kapabilitas untuk mengupas masalah yang “dicari”-nya. Sang wartawan bisa melakukan konfirmasi yang salah alamat. Jika ia melakukan konfirmasi pada pegawai, pegawai yang tidak memiliki kompetensi untuk memberikan keterangan, ini termasuk bagian dari bahaya menolak permintaan wawancara. Apalagi bila berita sudah terlanjur dipublikasikan. Hak yang kita miliki hanya hak jawab. Padahal hak jawab hanya menempati pojok sempit dari halaman koran yang belum tentu dibaca mereka yang membaca berita negatif sebelumnya. Oleh sebab itu, sebaiknya permintaan wawancara Anda penuhi. Berikan kesempatan wartawan mewawancarai Anda. Atau bila kita belum siap, kita sarankan padanya untuk menemui sumber berita lain di perusahaan Anda yang Anda nilai memiliki kompetensi dalam melayani pers. Guna menghindari kesalahan, kita bisa melakukan pengulangan kembali dari apa yang kita sampaikan pada pers saat wawancara, yaitu semacam kesimpulan, yang diucapkan kembali untuk menghindari salah kutip. Namun, meski kita telah berhati-hati dalam memberikan keterangan pers, tidak ada jaminan 100 % kita tidak akan kecewa saat membaca beritanya keesokan harinya. Selalu ada peluang atau selalu ada kemungkinan berita yang ditulis mengandung bias dan kekeliruan. Salah satunya adalah karena dalam pemilihan judul, media selalu menyandarkan diri pada headline yang eye catching, menarik mata. Didasarkan pada isi berita secara keseluruhan, judul berita akan diperhalus atau dipertegas, hal ini biasanya dilakukan oleh editor. Untuk meningkatkan daya tarik sebuah berita, editor juga melakukan penekanan dengan mengganti kalimat yang digunakan wartawannya dengan kalimat baru yang dirasanya akan memberikan kesan yang lebih kuat. Di sisi lain, ia juga melakukan pemangkasan terhadap kalimat yang dirasanya kurang menggigit. Padahal bukan tidak mungkin, kalimat yang dihapus itulah kalimat yang kita inginkan untuk di-stressing (ditekankan) oleh wartawan tersebut. Ada satu hal yang perlu diingat. Kerap terjadi pimpinan atau humas memberikan informasi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan pers. Waspadalah. Memahami kebutuhan wartawan 80 persen akan memberikan hasil yang positif untuk lahirnya berita yang positif buat perusahaan. Kenapa demikian ? Tidak semua informasi dan data bisa jadi berita. Jadi tugas merekalah yang akan meracik data tersebut agar memiliki news value. Bahaya dapat muncul antara lain karena bias dan distorsi. Tentu saja ini dapat merugikan perusahaan. Itu sebabnya yang dibutuhkan pers adalah kemampuan pemahaman petugas akan spesifikasi masing-masing media. Petugas humas juga harus tahu cara kerja masing-masing media, sehingga bisa memberikan berita yang sudah matang dan sesuai keinginan media. Wartawan yang baik akan senang sekali bila tulisannya tidak bermasalah, sebab hubungan baik yang dibina bukan saja menguntungkannya, melainkan arus informasi akan lancar dan tidak merugikan perusahaan, dan tanggung jawab moral untuk membuat berita yang tidak merugikan masyarakat juga terpenuhi. Namun, kalau salah satu yang harus dipilih, wartawan akan memilih berita yang tidak merugikan masyarakat tentu saja. Selain mencari fakta dan latar belakang fakta, wartawan juga mencari perkembangan fakta. Tidak jarang, kita sudah kesal dengan berita tersebut berusaha untuk melupakan agar berita itu jangan sampai diangkat lagi. Namun, karena para wartawan mengutamakan continuity maka mereka terus mencari-cari Anda. Untuk itu, Anda harus mengetahui perlunya memberikan informasi yang tuntas, agar mereka tidak terus penasaran, memang berisiko. Prinsip kita adalah tidak bisa mengungkap semua fakta, karena nasihat not to tell the all truth. Jika demikian, apa pedoman kita? Pahami cara kerja pers. Beradaptasilah dengan cara kerja mereka. Dari situ minimal Anda akan memperoleh insight (wawasan atau pengertian dan pengetahuan yang dalam) tentang yang terbaik untuk pers dan juga terbaik untuk kita. Berikut ini akan diuraikan secara lebih rinci cara kerja pers tersebut.

Pekerjaan Wartawan
Pekerjaan wartawan adalah mencari informasi berupa fakta atau opini yang didukung data, yang kemudian diolah, dan dikembangkan menjadi berita. Mereka digaji untuk itu. Bila tidak ada fakta (peristiwa atau kejadian) yang dapat mereka temui, maka mereka harus kreatif dan terus mencari. Mereka harus menciptakan dari tidak ada menjadi ada. Dari tidak ada berita menjadi ada berita. Fakta sekecil apa pun harus mereka ciptakan jadi berita. Untuk itu mereka dibekali tools atau alat berupa pertanyaan yang terdiri dari 5W + 1H. Dengan 6 pertanyaan ini (What, Who, When, Why, Where, serta How) mereka membangun berita. Jangan heran jika setiap hari ada saja berita yang dimuat media cetak (koran dan majalah) serta media elektronik (radio dan televisi) termasuk internet. Kini dengan semakin ketatnya persaingan industri media, agar mereka tidak tergilas satu sama lainnya, media melakukan berbagai peningkatan mutu pemberitaan. Tujuannya, pembaca terpuaskan dan tetap setia berlangganan media cetak atau mendengar dan menyaksikan acara yang ditayangkan untuk media elektronik. Salah satu upaya mereka adalah mereka selalu menetapkan satu tema atau satu topik liputan dalam setiap harinya. Tujuannya, selain meningkatkan mutu, juga memandu wartawan dan reporter dalam melakukan peliputan. Untuk itu sang wartawan tidak kehabisan amunisi saat menulis beritanya. Pada malam hari, redaktur mereka menetapkan TOR (Term Of Reference) tentang berita yang akan diangkat besok. Penetapan proyeksi berita atau TOR dalam media TV biasanya jam 19.00, koran atau media cetak jam 18.30. Namun demikian, di media lain penentuan jamnya sangat
tergantung pada Korlip (koordinator liputan) atau hasil rapat redaksi yang akan membahas berita besok. Pada media televisi yang penyebaran reporternya sangat tergantung pada ketersediaan kamera dan kamerawan, maka dalam memproyeksikan berita mereka, mereka menetapkan atas dasar pertimbangan adanya ‘undangan’, itu pertama, dan kedua pada ‘berita yang harus dicari’. Selanjutnya dari dua pertimbangan tersebut mereka menetapkan isu yang harus dikembangkan reporternya lebih jauh. Itulah sebabnya meski dalam undangan kita menetapkan perihal acara yang akan dilakukan pada hari tersebut, namun wartawan tetap bertanya kepada sumber beritanya yang terkadang tidak bersinggungan sama sekali dengan substansi acara pada pagi, siang, atau malam itu. Ini karena isu yang sudah ditentukan jajaran redaksi sebelumnya, dikembangkan lebih lanjut di lapangan oleh wartawannya. Kemudian sekadar tambahan informasi, karena media TV sangat tergantung pada ketersediaan kamera dan kamerawan, setelah Korlip membuat proyeksi dan menetapkan tim yang akan berangkat meliput pada esok harinya, mereka menetapkan kebijakan adanya tim cadangan yang stand by di kantornya (TV). Ini maksudnya untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi satu peristiwa besar yang memiliki nilai berita tinggi, sehingga mereka tidak kehilangan moment berharga. Dan seterusnya....

Processing Berita
Setelah berita masuk, apa yang dilakukan terhadap berita tersebut? Sebelum diproses, berita yang masuk harus melalui proses seleksi dulu. Berita mana yang lolos dan yang tidak. Selanjutnya dalam menyeleksi berita, jika media TV sangat tergantung pada gambar dan sumber beritanya, maka media cetak sangat tergantung pada kedalaman materinya. Kedalaman materi tersebut terkait dengan data yang lengkap dan akurat juga terkait dengan aktualitas. Dengan kata lain, informasi yang disajikan harus selalu up to date. Kedalaman materi ini perlu bagi media cetak karena biasanya berita yang mereka ungkap sudah diungkap lebih dulu oleh media televisi atau radio. Jadi, mereka yang membaca surat kabar atau koran adalah mereka yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang berita yang mereka konsumsi dari media radio atau televisi. Berita yang masuk ke meja redaksi media cetak selanjutnya harus melalui proses editing. Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : Berita ditulis wartawan. Selanjutnya berita tersebut akan diperiksa editor. Pemeriksaan menyangkut kelengkapan data, penentuan gaya bahasa, dan gaya bertuturnya agar sesuai dengan policy medianya. Di sini editor mengadakan beberapa pengeditan agar berita tersebut lebih bernas, lebih bernilai jual. Setelah diedit, selanjutnya berita tersebut masuk ke redaktur bahasa untuk diperiksa bahasanya agar sesuai dengan ejaan yang benar dan baku. Pengecekan terhadap kesalahan pengetikan dilakukan, termasuk penggunaan istilah–apakah istilah atau definisi yang dipergunakan sudah benar. Tahapan selanjutnya berita tersebut akan masuk ke meja editor malam. Prosesnya sama dengan yang dilakukan editor tadi. Namun, di sini penekanannya sudah pada seleksi. Semacam seleksi alam. Pada
proses ini ditentukan berita yang harus disingkirkan yang bisa dimuat. Di sini perlu diinformasikan, meski Anda memberikan keterangan pers yang panjang dan lengkap, keesokan harinya berita bisa turun semua, bisa hanya sedikit atau malah bisa pula sama sekali tidak diturunkan. Ini berdasarkan penetapan editor malam, berita tentang perusahaan Anda kalah nilai beritanya dibanding berita lain. Dengan kata lain, berita Anda bisa dimuat keesokan harinya lagi, atau malah sama sekali drop, tidak
dimuat karena masih tertimpa peristiwa lain yang lebih bernilai jual. Itu pula sebabnya Anda perlu mengetahui prinsip ini. Anda berhak mengundang pers, tapi pers tidak punya kewajiban memuat berita Anda– terutama bila berita Anda dalam kaca mata redaksi tidak bernilai jual. Dan Seterusnya...

Disadur dari Buku Media Relations Pengarang Zainal Abidin Partao Penerbit Indeks Jakarta [Bab 5 hal 47]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar